Astaghfirullah, inikah iri hati?

kusnullutfiwordpresscom_teaKetika sebuah persaingan tak lagi hanya sekedar ingin menjadi yang lebih baik dari yang lain. Ketika sebuah persaingan tak lagi hanya sekedar saling membanggakan keunggulan masing-masing. Ketika sebuah persaingan tak lagi hanya sekedar meraih lebih banyak prestasi. Tapi bagaimana jika sudah sampai kepada iri hati?

Aku selalu ikut senang ketika melihat temanku sukses. Bahagia dengan kehidupannya. Mencapai apa yang diimpikannya. Tapi dengan “anak itu”, entah kenapa, mungkin karena persaingan di antara kami yang sudah sedemikian rumit, sehingga setiap aku melihat suatu pencapaian yang dia dapatkan, bukan kalimat “selamat ya” atau “wah, keren banget”, tapi justru “ah, sial!”. Iya, seperti ada rasa semacam “tidak terima” yang aku alami. Kadang sampai membuat badmood seharian bahkan sampai sebelum tidurpun kepikiran tentang hal itu. Kenapa dia bisa seperti itu, tapi aku tidak?

Iya, seharusnya persaingan justru bisa membuat kita termotivasi, kan? Bukan malah membuat kita terpuruk atau merasa gagal. Tapi kenapa kadang perasaan seperti itu, jujur, masih menghampiri. Ah, ini memalukan sekali, sungguh. Aku merasa kalah dua kali. Pertama, karena aku kalah saing. Kedua, karena aku justru menjadi iri dengannya.

Suatu sore aku berbincang dengannya. Perbincangan kami masih menyenangkan seperti biasanya. Ya, kami memang seperti itu. Semua orang tau kami berdua bersaing, dalam hal apapun. Kami berdua selalu dibanding-bandingkan. Tapi kami sangat akur bahkan seperti saudara sendiri. …pengen baca lanjutannya…